September 19, 2018

Tentang Kecemasan

Sekitar dua bulan lebih satu minggu tinggal di Negeri Kanguru, ada banyak hal baru yang ditemui. Lingkungan baru, teman baru, sistem baru, pengalaman baru, pelajaran baru, dan lainnya. Ada kegembiraan tersendiri yang dirasakan ketika menemui hal-hal baru di sini, tetapi ternyata kegembiraan itu tidak datang sendiri. Ia datang bersama perasaan lainnya, kecemasan. Perasaan yang biasanya disimpan dan ditekan. Kali ini berbeda. Kecemasan itu tersimpan, terpendam, dan melawan. Semakin ditekan, ia semakin menjadi. Ada masanya seseorang yang biasa menyimpan dan menekan kecemasan akan tersadar bahwa kecemasan itu harus diterima dengan lapang, seperti perasaan-perasaan lainnya. Tidak perlu ditekan karena perasaan itu sudah sangat tertekan, ia hanya perlu diterima dan diajak bicara. Iya, ini bagian dari pengalaman saya di tengah segala kegembiraan yang ada.

Satu-dua minggu berlalu sejak saya tersadar bahwa ada perasaan tidak nyaman yang mengiringi saya. Hal yang sedikit-banyak mengganggu hari-hari saya, dan dikhawatirkan akan mengganggu performa saya. Sampai pada suatu hari saya coba mengisi tes online untuk mengukur tingkat kecemasan saya. Perasaan tidak nyaman itu ada banyak bentuk dan sebabnya, jadi alasan utamanya tidak selalu kecemasan. Refleksi diri akan membantu untuk identifikasi awal, sebelum memutuskan untuk mengambil tes tertentu atau berkonsultasi dengan ahli. Hasil tes online saya tidak terlalu baik, maka saya memutuskan untuk meneruskan hasil tersebut ke seorang psikolog. Saya diminta untuk mengisi lembar lain yang ia berikan, karena validitas tes online yang saya ambil diragukan. Hasilnya? Kecemasan tingkat berat. Terkejut? Tidak.

Bagi saya, kesehatan mental itu sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Memahami gejala mental yang terganggu itu sama pentingnya dengan memahami gejala fisik yang terganggu. Orang yang mentalnya terganggu tidak hanya ia yang memiliki masalah kejiwaan berat yang membuatnya harus mendapatkan penanganan khusus dari psikiater/psikolog (dua profesi ini berbeda ya kapasitasnya). Masalah kejiwaan itu bukan sesuatu yang tiba-tiba datang dan parah. Yang terjadi pada banyak kasus adalah gejala-gejala yang muncul tidak dipahami atau diabaikan sehingga baru disadari dan ditangani ketika sudah parah. Yang terjadi pada saya pun demikian, kecemasan yang saya alami tentu tidak serta-merta mencapai tingkat berat. Ada proses serta penyebab-penyebabnya, dan tentu saja harus dibicarakan dengan ahlinya agar tidak semakin parah. Jika saya tidak menyadari hal tersebut, saya mungkin akan menganggap diri saya 'baik-baik saja'. Well, it's okay if we have mental health issue(s). Because we may not see the issue(s), it doesn't mean that we have no issue. So, please be aware of your mental health condition. :)

Hari-hari terasa sangat tidak mudah ketika diiringi oleh kecemasan tingkat berat. Dihadapkan pada deadline pengumpulan tugas dengan proporsi nilai yang lumayan, saya butuh usaha lebih untuk bisa konsentrasi, bertahan, dan menyelesaikannya. Kesehatan fisik saya terpengaruh cukup signifikan waktu itu. Selepas hari pengumpulan tugas, saya memutuskan untuk berbicara pada psikolog tentang apa yang terjadi. When you face a mental health issue which bothers you, talk to someone who can help. Saya merasa jauh lebih baik setelah menjalani satu sesi dengan psikolog. Even one session could help that much. Saya belajar untuk tidak menekan atau melawan kecemasan yang saya alami, menerima perasaan itu sebagai bagian dari fase hidup yang saya jalani, mengendalikan pikiran-pikiran negatif atau overthinking, dan melakukan hal-hal yang membuat saya lebih rileks. Satu minggu kemudian level kecemasan saya turun menjadi moderat, dan satu minggu setelahnya saya sudah kembali normal. Life feels so good.

Jadi kalau kecemasan menghampiri, biarkan ia datang dan terima saja sebagai bagian dari apa yang sedang kita jalani. If you're having anxiety now, you're not alone. If you find someone who is struggling, saying "hi" and "how are you?" won't hurt anybody. Kita hanya perlu lebih santai atau lebih berani dalam menjalaninya. Seperti kata Paulo Coelho, "Be brave. Take Risks. Nothing can substitute experience."

First trip in Australia. Lake Mountain, 11 July 2018.

1 comment:

  1. And, uhibbukifillah my sissy. Whatever doesn't kill us will make us stronger. Thanks for remind us. Acceptance, and ask for help when we need.

    ReplyDelete