October 14, 2018

Tentang Jeda

Hidup sejatinya adalah perjalanan demi perjalanan, dan waktu-waktu yang lalu saya mendorong diri untuk terus berjalan apapun yang terjadi. Saya berkata pada diri saya bahwa ini akan selesai. Sebentar lagi, sedikit lagi. Sekarang perjalanan terasa berbeda. Hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun. Melelahkan. Garis akhir yang diyakini ada, sekarang entah dimana letaknya. Ya sudah, toh hidup itu tentang perjalanannya. Perkara hasil adalah urusan Dia.

Namun dikatakan atau tidak dikatakan, lelah tetaplah lelah. Halah! 

Lalu bagaimana? Jeda. Berhenti sejenak di suatu titik untuk sekadar menunggu. 
Bagaimana dengan yang lewat? Biarkan saja terus berjalan.
Merelakan waktu dan kesempatan yang datang? Ada pengorbanan dalam setiap pilihan.
Sampai kapan? Ada batas waktunya. Jeda hanya sementara, bukan selamanya.
Jeda dan hanya menunggu? Menunggu jelas membosankan jika tidak diisi dengan aktivitas lain.

Kalau kata Teh Pepew (Febrianti Almeera) di salah satu kelas yang saya ikuti, "Tidak akan bisa membenahi apapun, orang yang tidak membenahi dirinya sendiri terlebih dahulu." Jeda untuk berbenah itu perlu, sebelum mengambil langkah dan berjalan lebih jauh. Jeda untuk menikmati apa-apa yang ada di titik tempat berhenti. Jeda untuk mencerna pesan-pesan yang dikirimkan oleh semesta. Sekarang biarlah saya memilih untuk tidak memilih opsi-opsi lain, karena saya memilih untuk berjeda saja.

No comments:

Post a Comment